"Saudara-saudara sekalian, mengapa hukum kita tidak mengikuti al-Quran, seperti mencuri dipotong tangannya dan sebagainya, bukankah ini bukti syariat di negeri ini tidak terlaksana?" Kata si Ustad yang berparti Islam itu.
Obrolan usai magrib kali ini adalah tentang syariat Islam di negara kita ini. Seorang ustad yang menjadi salah satu pengurus dari sebuah partai Islam yang sedang mengusung tentang penerapan syariat Islam di Indonesia, ia memulai berujar kepada sebagian jamaah yang masih tetap di Masjid menunggu Isya, "Sebagai seorang Islam sungguh aneh dan sebuah kesalahan besar kalau menolak syariat Islam. Maka dari bapak-bapak sekalian kita harus berjuang dalam barisan partai-partai Islam yang mempunyai cita-cita besar yang sama yaitu menerapkan syariat Islam, tanpa itu kita bisa jadi kafir, munafiq dan mungkin fasiq,"
Salim, bagian dari jamaah Masjid bertanya, "Apakah kita itu belum menerapkan syariat?"
Dengan tegas si Ustad menjawab, "Ya kita ini hidup dalam sebuah negara sekuler yang tidak mau menjadikan Islam sebagai dasar negara, dan malah memilih Pancasila dan menggugurkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Begitu juga hukum yang ada di negara kita ini adalah hukum peninggalan Belanda. Karena itu jelas kita semua ini telah mengingkari syariah, maka tunggulah kehancurannya." Demikian jawab pak Ustad berapi-rapi.
Kemudian disambung lagi oleh Fatah, "Saya tidak setuju apa yang disampaikan oleh Ustad tentang syariat Islam seperti itu, karena menurut kitab-kitab yang diakui syariat Islam itu diformulakan dalam tiga besar, yaitu Aqidah yang berkaitan tentang keyakinan dan keimanan. Kedua, Fiqih tentang perlakuan terhadap Allah dan terhadap sesama.Ke-tiga, Tasawuf, yakni tentang pembersihan hati dari hal-hal yang menjauhkan diri dari Allah swt.. Sekarang saya tanya, apakah kita semua merasa dihalangi oleh negara ketika meyakini Allah sebagai Tuhan? Lalu apakah ada larangan dari negara melaksanakan ajaran Fiqih, seperti nikah Islam dan bergaul secara Islam, apakah ada kesulitan atau dihalangi oleh negara. Justru pernikahan secara Islam negara membantu mengaturnya, begitu juga perceraian Negara ikut mengurus dan membantunya sebagaimana yang diajarkan dalam Fiqih. Dan apakah ada larangan melaksanakan Tasawuf di negeri ini. Justru banyak para pejabat negara yang aktif dalam gerakan tasawuf. Tentu semua itu tidak ada larangan dari negara, betul saudara-saudara.....?
"Betul..", jawab jamaah.
"Itu berarti membuktikan bahwa syariat Islam sudah terlaksana di negeri ini." lanjut Fatah.
Dengan muka merah sang ustad angkat bicara, "Saudara-saudara sekalian, mengapa hukum kita tidak mengikuti al-Quran, seperti mencuri dipotong tangannya dan sebagainya, bukankah ini bukti syariat di negeri ini tidak terlaksana?"
Fatah menjawab, "Itu masalah jinayat dan itu bagian dari ilmu Fiqih dan menjadi bagian kecil dalam mu'amalah, tetapi dengan tidak terlaksananya jinayat itu bukan berarti kita tidak melaksanakan syariat, itu kesimpulan anda yang salah. Ya memang jinayat tidak dilaksanakan karena itu dalam penerapannya masih terdapat perbedaan. Rasulullah saw.sendiri pernah menjumpai pencuri, namun oleh beliau tidak dipotong tangannya, malah pencuri itu dikasih kurma oleh beliau saw. Sehingga kenyataan Rasulullah saw.ini menyebabkan Syekh al-Asmawi mengatakan bahwa hukum jinayat dapat dilaksanakan dalam aspek subtansinya, yaitu aspek jeranya. Jika aspek jera telah masuk dalam setiap Undang-Undang maka di situlah syariah Islam telah terlaksana atau para pentafsir yang mengatakan bahwa hukum yang ada di dalam al-Quran adalah sebagai contoh, sebagaimana kendaraan yang diterangkan dalam al-Quran itu hanya Kuda dan Unta, misalnya. Yang penting alat transportasi, maka dibenarkan pakai mobil, kereta api, pesawat dan sebagainya, begitu juga hukuman. Sekarang saya tanya, pak Ustad ke sini tadi naik apa ?, naik mobil kan? Kalau begitu pak Ustad sudah mengingkari al-Quran dong...? Karena al-Quran mencontohkah kendaraan itu Kuda dan Unta, tak ada disebut mobil apalagi mobil yang buatan non Muslim."
Semua jemaah jadi terpuaskan dengan jawaban anak muda sehingga mereka bisa menerima negara ini sebagai sesuatu yang sah di mata agama. Sang Ustad terburu-buru mengakhiri pembicaraannya dengan menyuruh muazdin mengumandangkan adzan Isya.
0 komentar:
Posting Komentar