Minggu, 23 Desember 2012

BAU KEMENYAN DISUKAI NABI


Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai pada acara-acara tertentu yang dilakukan oleh sebagian saudara kita. Bagi sebagian orang, bau kemenyan diidentikkan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Lalu bagaimanakah sebenarnya hukum menggunakan kemenyan, baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan ibadah.
Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setigi, kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik.
Karena hal ini ittiba’ dengan Rasulullah saw. Beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada shahabat dan tabi’in. Bahkan sampai sekarang banyak sekali penjual minyak wangi, kayu gaharu serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Beberapa Hadits menjadi dalil bahwa beliau-beliau semua sangat menggemari wangi-wangian, diantaranya adalah:
“Jika kamu mengukup (mengasapi) mayat, maka ganjilkanlah.” (HR.Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Abu Sa’id, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra.Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukupi dengan kayu gaharu.
Bahkan Rasulullah saw.juga pernah bersabda, “Jauhkan masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendaharan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci.” (HR.At-Thabarani)
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa wangi-wangian adalah suatu hal yang  sudah menjadi tradisi di zaman Rasulullah saw.dan juga para shahabat nabi. Namun anehnya wewangian model ini diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan. Ya mungkin karena hal tersebut bersinggungan dengan pasar bebas yang menyebabkan pergeseran selera kemenyan, dupa wangi dan sejenisnya.

0 komentar: